Take a fresh look at your lifestyle.

Revolusi Sains dan Teknologi Aceh: Menantang Arus Global?

Bersama rekan-rekan manajemen Acheh School of Mining & Energy atau ASME, kami mendiskusikan terkait bagaimana menyukseskan percepatan pembangunan SDM Generasi Aceh bidang Pertambangan dan Energy dalam situasi globalisasi saat ini.

Kehadiran internet telah menjadi samudera bagi perenang untuk menjelajahi lautan informasi. Ada yang menyelam dengan kedalaman dan area tertentu, bahkan ada pula berselancar sampai sejauh garis batas horizon keinginan diri, sehingga semakin menambah kekayaan informasi, dan meningkatnya pengetahuan.

Teknologi adalah sebuah katalisator untuk membangun sebuah bangsa. Dengan teknologi, manusia berhasil menciptakan nilai tambah suatu produk. Ia lahir dari proses berfikir yang saintifik lalu menghasilkan suatu cara atau metodologi untuk membuat produk/jasa yang inovatif, kreatif, dan solusioner.

Sejarah mencatat, bagaimana Copernicus dan Galileo Galilei memiliki peran penting dalam revolusi sains eropa abad pertengahan. Sebuah konsep berfikir yang ditawarkan yaitu heliosentris, yakni pusat tata surya adalah matahari. Pemikiran ini justru mendatangkan konflik besar dengan pemegang kekuasaan “Pemerintahan Gereja” yang cenderung dogmatis dan konservatif. Lebih pahitnya lagi, mereka mendapatkan hukuman. Namun, setelah kejadian tersebut, para ilmuwan bangkit melawan dan merebut kekuasaan politik gereja, kemudian menggantikannya dengan kepemimpinan sekuler. Sains mesti dipisahkan dari dogma agama, dan dibiarkan independen dengan beragam teori dan risetnya.

Situasi ini benar-benar membuat Eropa mengalami kemajuan pesat, dan menggugah semangat penelitian ke seluruh penjuru dunia. Ilmu Pengetahuan Alam atau IPA yang dibarengi dengan Filsafat benar-benar merajai. Negara-negara adidaya di Eropa bahkan mengirim tentara yang beranggotakan Ilmuwan dan pedagang untuk menjelahi samudera, bahkan singgah ke Nusantara dan menjadikan objek yang sangat menarik untuk diteliti.

Lantas apa yang terjadi berikutnya ? tidak lain dan tidak bukan, yaitu menguasai sumberdaya alam di bumi nusantara, mengeksploitasinya, dan menjualnya ke Eropa dan negara-negara lain. Rekomendasi ilmuwan menjadi bahan pertimbangan membuat keputusan bagi Pemerintahan Kolonial. Sumberdaya Alam dikeruk, dan konflik pun diciptakan sesama anak bangsa.

Baru 450 Tahun, Barat benar-benar menunjukkan kedigdayaannya di bidang Ilmu pengetahuan, lalu menjadikan teknologi sebagai tawaran untuk menaklukkan negara-negara dunia ketiga yang kaya akan sumberdaya alam. Teknologi berkembang berkat komersialisasi Ilmu pengetahuan yang diperoleh dari perguruan tinggi, dan sekelompok perusahaan transnasional memainkan peran tersebut untuk infiltarasi dalam struktur politik, lalu mengubah kebijakan pemerintah supaya berpihak pada privatisasi.

Baca Juga:  Dilema Bioetika Era Kecerdasan Buatan

Sebagai contoh, kenapa Google, Microsoft, Facebook, Twitter, Apple, dan Tesla, dan perusahaan energy lainnya dapat mempengaruhi kebijakan politik Amerika Serikat, lalu pemerintah menggaungkan jargon keamanan, pertahanan, dan perdamaian ke seluruh dunia, dan pada akhirnya ikut campur untuk menentukan arah pembangunan negara lain. Mau tidak mau, negara lain mesti memilih ikut satu Blok dengan Amerika-Eropa, atau bergabung dalam komplotan Rusia-China-Iran. Tidak lain dan tidak bukan untuk mendapatkan perlindungan atas penguasaan sumberdaya alam.

Timbul suatu pertanyaan, melihat kondisi Global seperti itu, apa semestinya yang dilakukan oleh Aceh ? Revolusi macam apa yang ingin dihadirkan ? Apakah Revolusi Sains dan Teknologi yang kemudian menantang arus Global ? Apakah Aceh sudah siap melangkah dengan segala problem internal yang dihadapi pasca perdamaian MoU Helsinki 2005 ? Sekumpulan pertanyaan yang perlu dijawab secara mendalam setiap individu Aceh.

Bila ditelusuri dalam sebuah peta, Aceh ibarat lingkaran kecil dalam sebuah peta dunia, yang mendatangkan 2 kemungkinan, yaitu terseret dalam arus globalisasi, atau ikut dalam pencaturan global, kemudian memainkan peran sebagai diplomator dan negosiator terkait kebijakan global dalam urusan Geopolitik, Geoekonomi, dan Geo-Teknologi. Karena letak geografis wilayah Aceh sangat strategis, termasuk potensi sumberdaya alam yang dikandung dalam perut buminya. Aceh dan Indonesia wajib saling melengkapi dalam urusan kolaborasi dalam menentukan arah pembangunan regional di kawasan Asia-Pacific.

Terkhusus untuk Aceh, kesadaran atas situasi global saat ini sangat penting bagi siapapun, baik individu, masyarakat, kaum akademis, praktisi bisnis, birokrat, dan politikus. “Science Approach” harus menjadi frame berfikir jika ingin melangkah lebih cepat. Jika situasi Aceh saat ini belum memiliki teknologi canggih, namun mesti ada “Kebijakan Politik yang radikal” untuk komitmen membangun SDM Aceh lebih baik, yang tidak hanya di level skill, namun juga mampu melakukan diplomasi dan negosiasi yang bertaraf Global.

Baca Juga:  Untuk Kepastian Hukum Qanun Bendera Dan Lambang Aceh: Mari Kita Dialog

Bila memungkinkan perlu evaluasi metode berfikir yang diterapkan Perguruan Tinggi Sains dan Teknik di Aceh, apakah desain pendidikan akan membuat peserta didik memiliki kepercayaan diri untuk tampil berdiplomasi dalam ranah global ? Atau masih terpaku pada dogma dan diktat yang cenderung Textbook yang melahirkan mentalitas pragmatis dan mudah terombang-ambing oleh kepentingan global ? Sebuah PR bagi para Ilmuwan dan Teknokrat Aceh untuk berembuk dan memikirkan bagaimana membangun SDM Aceh berstandar Internasional. Bila perlu, dapat mendatangkan Ilmuwan Internasional untuk mengajarkan Ilmu pengetahuan kepada generasi Aceh, agar generasi muda terbiasa menghadapi orang asing, kemudian beradu gagasan yang kreatif, inovatif, dan solusioner.

Kenapa hal tersebut mesti dilakukan ? Karena Aceh dengan potensi sumberdaya alamnya, harus siap menghadapi “Aliran Modal” yang biasanya cenderung berpihak pada kepentingan pemodal. Sementara Aceh, belum memiliki “Modal maupun teknologi canggih” untuk siap berhadapan dengan segala resiko investasi. Disinilah dibutuhkan peran SDM yang mampu bernegosiasi dengan Investor, lalu menghasilkan kerja kolektif dengan tujuan kepentingan dan kedaulatan Aceh.[]

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Tunggu Sedang Loading...