Take a fresh look at your lifestyle.

Obituari: Prof Farid, Sebagai Profesor Merakyat

Oleh: Sahlan Hanafiah.
Staf Pengajar Program Studi Sosiologi Agama UIN Ar Raniry, Banda Aceh.

Innalillahi Wainna Ilaihi Raajiuun. Prof. Dr. Farid Wajdi Ibrahim, MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, telah berpulang, menghadap Yang Maha Kuasa. Aceh kehilangan sosok profesor merakyat di tengah pandemi Covid-19 yang semakin nyata mengancam jiwa.

Prof. Farid, sapaan akrab kami dikampus, dikenal luas sebagai profesor yang merakyat. Pemikiran dan pandangannya yang disampaikan dalam berbagai forum, seperti mimbar Jumat, dialog interaktif, forum ilmiah selalu mewakili kegelisahan rakyat.

Bahasa yang beliau gunakan pun, baik dalam keseharian maupun forum akademik dapat dengan mudah dipahami oleh semua kalangan.

Pesan yang beliau sampaikan lengket di telinga pendengar. Tamsilan-tamsilan yang beliau pakai tidak rumit, sangat mudah dicerna oleh siapapun, termasuk orang awam. Hal ini menunjukkan kapasitas dan kecerdasan sosial beliau yang tinggi sebagai seorang professor merakyat.

Pergaulan beliau tidak mengenal strata sosial. Di kampus UIN Ar-Raniry misalnya, tempat beliau mengabdi, hampir semua pegawai bisa bercengkrama dengan beliau. Beliau suka bercanda gurau dengan siapapun untuk memecah suasana. Selera humornya sangat tinggi.

Setiap Sabtu pagi, sesibuk apapun agendanya, masih menyempatkan diri bermain bola kaki di lapangan UIN Ar-Raniry bersama satpam, cleaning service, dan pegawai honorer lainnya. Momentum itu kadangkala beliau manfaatkan untuk mendengarkan keluh kesah pegawai tingkat rendahan.

Mahasiswa, baik yang sedang menjalani proses bimbingan akademik maupun yang mengalami masalah dalam hal perkuliahan bisa menemui beliau kapanpun dan dimanapun, seperti di warung kopi, masjid, musalla atau saat berpapasan di jalan. Tidak ada birokrasi, tidak ada pula protokoler seperti lazimnya seorang pejabat tinggi negara lainnya.

Baca Juga:  Ummi Ainiyah: Jejak Teungku Inong Dayah di Aceh

Saat menjabat rektor, Prof. Farid lebih memilih gaya kepemimpinan sederhana, tidak terlihat mencolok, elite seperti sosok pejabat tinggi negara yang sedang menduduki posisi eselon I. Misalnya, beliau lebih memilih tinggal di rumah pribadi, dibanding rumah dinas, jarang menggunakan mobil dan sopir dinas, dan berpakaian sederhana.

Sehingga bagi yang belum pernah bertemu langsung dengan beliau, dapat dipastikan tidak menyangka jika orang yang sedang ditemuinya itu adalah pemimpin tertinggi kampus jantung hati rakyat Aceh.

Namun, meski dalam keseharian Prof. Farid terlihat sederhana, bukan berarti beliau tidak bisa bersikap tegas dalam memimpin. Dalam berbagai kesempatan seperti rapat atau pertemuan, beliau selalu menunjukkan ketegasan, keseriusan, terutama jika berkaitan dengan persoalan kualitas pelayanan kepada mahasiswa.

Uniknya, meskipun selama rapat terlihat tegang, karena gaya bahasa beliau yang blak-blakan, terbuka, dan tidak bertele-tele, beliau selalu menutup pertemuan dengan melemparkan humor segar baik dalam bentuk hikayat maupun pepatah, sehingga membuat semua peserta yang hadir ketawa terbahak-bahak dan tidak ada yang meras “terluka”.

Prof. Farid juga dikenal sebagai sosok yang kritis dan berani terutama terhadap pejabat negara yang levelnya lebih tinggi. Beliau tidak sunkan mengkritik pejabat tinggi di tingkat kementerian yang bersikap tidak adil terhadap kampus-kampus kecil yang ada di luar pulau Jawa.

Karena alasan itu pula, saat menjabat rektor, beliau dipilih sebagai Ketua Forum Rektor PTKIN (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri) se-Indonesia dimana sebelumnya jabatan itu selalu diisi oleh rektor yang berkampus di pulau Jawa.

Konstribusi Prof. Farid terhadap Aceh sangat besar. Salah satu yang tidak mungkin dilupakan adalah keberhasilan mengawal proses transisi kampus Ar-Raniry dari IAIN ke UIN. Proses perubahan IAIN ke UIN telah mulai dirintis pada masa kepemimimpinan Prof. Yusny Saby, kemudian dilanjutkan oleh Prof. Farid.

Baca Juga:  Siklus atau Karma?

Proses tersebut tidaklah mudah, karena harus berhadapan dengan banyak pihak, beragam instansi, berjibaku dengan setumpuk regulasi dan birokrasi. Namun Prof. Farid mampu melewatinya.

Prof. Farid juga mampu mengawal proses pembangunan sejumlah gedung baru dan rehab gedung lama di lingkungan UIN Ar Raniry yang didanai oleh IDB (Islamic Development Bank). Proses tersebut tidak mudah karena harus berhadapan dengan sejumlah pihak yang mencoba mencari “proyek pembangunan” dengan cara-cara kekerasan dan intimidasi.

Meski Prof. Farid tidak lagi menjabat rektor, tidak lagi menduduki jabatan ketua PTKIN Se-Indonesia, namun nama beliau tidak pudar di mata publik, bahkan semakin bersinar. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari sikap dan kepedulian beliau terhadap Aceh, khususnya bidang pendidikan, agama, sosial dan adat.

Kini Prof. Farid telah pergi, meninggalkan kita semua untuk selamanya. Kepergian Prof. Farid merupakan kehilangan besar bagi Aceh. Sosok beliau yang sederhana, berani dan merakyat sangat dibutuhkan dan sulit tergantikan saat ini. Selamat jalan Prof. Farid. Kami selalu mengingatmu sebagai profesor yang merakyat.

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Tunggu Sedang Loading...