Take a fresh look at your lifestyle.

Ganja –istilah lain dikenal dengan cannabis sativa— dari Aceh begitu terkenal. Pohon ini hanya tumbuh di penggunungan tropis, dan katanya, kualitas ganja yang berasal dari Aceh ini berada di atas rata-rata. Saya tidak tahu persis mengukur rata-rata ini. Bagi saya, ketika membaca berita ada temuan ganja tiap hari, bisa jadi indikator demikian.

Jenis ini dimusuhi, sekaligus dikasihi. Sejumlah negara memperlakukan ganja secara bersahaja, karena dianggap berkontribusi bagi kehidupan manusia, terutama obat. Namun tidak sedikit negara, yang dengan alasan tumbuhan ini, bisa diganjar dengan hukuman mati. Negara kita bagian dari negara yang memosisikan ganja sebagai barang haram, namun ada catatan bahwa untuk kepentingan penelitian dan medis, memungkinkan digunakan –tentu dengan didampingi ahli otoritasnya. Tanpa ahli yang berotoritas, jangan coba-coba. Seorang ahli yang mencoba membantu istri dengan bekal ilmu, akhirnya berhadapan dengan pengadilan disebabkan tidak memiliki otoritas.

Dengan demikian, posisi ganja yang tidak boleh disalahgunakan, sudah jelas. Ia termasuk dalam jenis narkotika dan obat-obalatan terlarang. Pada posisi ini, tidak ada alasan yang bisa dijadikan jurus agar ia bisa digunakan.

Alasan terakhir ini yang kita sering terjerembab ketika diminta hadiah. Saat mendampingi tamu, dengan bercanda diminta antar ke tempat kopi atau mi yang mengandung ganja di dalamnya. Entah di mana tempat itu. Tetapi rumus itu banyak digunakan teman-teman kita yang datang. Itu menggambarkan betapa bagi orang lain, sepertinya dianggap ganja itu sangat dekat dengan kehidupan kita.

Entah sedekat apa, ketika melihat ada orang yang membawa ganja bertruk-truk lalu ditangkap. Setiap hari ada saja mereka yang membawa ganja dan ditangkap polisi. Mungkinkan alasan ini lalu menghadirkan pikiran orang-orang di luar sana, seolah ia begitu dekat dengan kehidupan kita?

Baca Juga:  Belajar Memahami Dasar Ilmu Sosial dari Eropa

Entahlah. Suatu kali, seorang teman jurnalis, membuat status yang bagi saya menarik. Alasannya sederhana, karena saya sedang berada di luar daerah. Sedang di Aceh, status demikian, bisa jadi sesuatu yang biasa. Ia berdiri di tengah hamparan ladang ganja yang ditemukan polisi. Tak tanggung-tanggung: lebih dari 100 hektare.

Akan tetapi lupakanlah tentang luas yang entah bagaimana saya bisa menjelaskannnya apabila ada seseorang yang ingin tahu tentang kita. Memang kita begitu menarik. Begitu singgah di sini, teman-teman akrab yang kadang menjemput di bandar udara, selalu menanyakan satu hal sederhana: ada bawa oleh-oleh.

Istilah oleh-oleh bukan istilah biasa. Istilah itu lahir dari banyaknya berita yang menggambarkan ganja dari daerah kita ada di mana-mana. Konon, kini sudah menjalar ke berbagai tempat lain juga. Temuan berhektare-hektare, juga sudah ditemukan di banyak daerah lain. Entah siapa yang membawa pengaruh dan dipengaruhi.

Teman-teman saya yang menanyakan oleh-oleh, tentu tidak sedang serius. Akan tetapi pertanyaan demikian, juga bagi saya, adalah setengah ditampar. Seperti orang yang selalu kena tampar, suatu kali saya mengatakan begini: Teman, mudah-mudahan suatu waktu kalian akan ke sana untuk melihat betapa luasnya daerah kami. Entah apa yang dipikirkan. Barangkali seperti orang-orang yang berpikir bahwa tanaman ganja ini mudah ditemukan di banyak tempat. Entah dalam pikiran mereka –mungkin—tanaman ini mudah ditemui di halaman rumah banyak orang.

Terbayangkah apabila ada orang yang berpikir begitu. Saya tanya ke beberapa teman, jawabannya mendua. Ada yang berpendapat, mengapa harus gundah, toh yang berfikir juga mereka. namun ada yang berpendapat, aneh. Mereka itu aneh. Seharusnya tak perlu berpikir begitu.

Sayangnya, saya berada pada posisi yang gundah. Salah sangka –walau mungkin mereka sedang bercanda—seolah-olah ada halaman hijau di depan rumah banyak orang di tempat kita yang isinya ternyata ganja. Ia ditanam bersusun dalam pot-pot kecil, lalu setiap pagi dan sore harinya disiram secara bersahaja.

Baca Juga:  Luncurkan Proyek B3W, Akankah G-7 Mampu Hadang BRI China?

Lalu apakah ia akan dibiarkan menjadi satu magnet baru, ketika mendengar cerita hitam dari mulut ke mulut tentang ada orang-orang kaya baru yang ternyata berprofesi pengendali kebutuhan barang ini. Bahkan ada orang –ini juga saya dengar dari mulut ke mulut—yang kaya baru sangat gemar bersedekah, yang setiap mendekati even keagamaan lalu disumbang setumpuk daging bagi mereka yang membutuhkan. Mereka yang dianggap sebagai  miskin, lalu dengan gegap-gempita bercerita tentang orang kaya yang sangat dermawan kepada orang-orang sekampung.

Meulabo dan meuleuhop. Kita sedang berada dalam lingkaran yang demikian, terutama orang-orang yang seperti saya, sedang berada dalam lingkungan orang lain, yang sebagian tidak memahami kehidupan nyata di tanah ini. Masalahnya bagaimana membersihkan leuhop ini yang sudah terlanjur meulabo?

Get real time updates directly on you device, subscribe now.

Tunggu Sedang Loading...